Drupadi

taken from blog.diansastrowardoyo.net
taken from blog.diansastrowardoyo.net

Siapapun yang mengenal kisah Mahabarata, maka tentu nyaman mendengar kata Drupadi di telinga. Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa Drupadi adalah seorang Dewi dari Kerajaan Pancala dan lahir dari rahim Agni. Sosoknya merupakan perempuan tercantik sejagad yang kemudian menarik banyak lelaki untuk mengikuti sayembara memanah, agar bisa mempersuntingnya. Dari sayembara tersebut, Arjuna, salah satu Pandawa, berhasil menjadi pemenang. Namun sebagaimana janji Dewi Kunti, bahwa apapun yang menjadi milik salah satu Pandawa, maka menjadi milik semua Pandawa. Begitu pula dengan Drupadi.

Yang kemudian menjadi masalah adalah ketika sang Sulung, Yudhistira, memenuhi undangan Sakuni, paman dari Kurawa yang terkenal licin dan licik, untuk mengadakan permainan Dadu di rumah Kuru. Drupadi dan adik-adik Yudhistira mencoba mencegah keinginan Yudhistira tersebut, namun seakan keputusan Yudhistira tidak dapat diganggu gugat.

Undangan pun dipenuhi. Entah ada apa dengan Yudhistira, namun permainan Dadu pun membuat keputusan-keputusannya harus mempertaruhkan seorang Dewi Drupadi, sosok yang tidak patut ia pertaruhkan.

Terlepas dari pencekalan yang diberikan terhadap film ini, relevansinya dengan kenyataan atau hal-hal yang menyangkut ajaran agama Hindu, kisah Drupadi ini digarap dengan baik. Dari sedemikian rumitnya kisah Mahabarata bagi orang awam, niat baik untuk mengekspos sosok Drupadi sebagai simbolisasi bagaimana ‘nasib’ seorang Wanita, tersampaikan dengan pas. Sentuhan tari-tarian dan nyanyi-nyanyian yang disodorkan, juga memperindah film ini sesuai porsinya. Simbolisasi dan gaya penceritaan yang menarik, juga menjadi daya tarik tersendiri untuk film ini.

Bagaimana para aktor dan aktrisnya? Sekian lama tidak melihat Dian Sastrowardoyo berseni peran lagi, kali ini ia tampil dengan suguhan yang prima. Kharisma sebagai Dewi Drupadi ia dapatkan, sekali lagi sesuai porsinya. Kesakitan dan kekecewaan Drupadi ketika ia dipertaruhkan juga membuktikan bahwa ia pantas berperan sebagai Drupadi. Suara puitisnya juga melengkapi kelengkapannya dalam berperan. Akting para Pandawa, yakni Dwi Sasono sebagai Yudhistira, Nicholas Saputra sebagai Arjuna, Ario Bayu sebagai Bima, dan si kembar, Aditya Bagus Santosa dan Aditya Bagus Sambada, sebagai Nakula dan Sadewa juga bermain dengan ciamik. Kharisma tiap karakternya cukup mencuat, terutama kemarahan Bima yang diperankan Ario Bayu, serta kebijaksanaan Arjuna, yang diperankan Nicholas Saputra, lagi-lagi pas, tidak lebih tidak kurang. Apalagi sodoran akting para pendukung yang tidak kalah baik, yakni Butet Kertaredjasa sebagai Sengkuni, Whani Darmawan sebagai Suyudana, dan Djarot B. Dharsana sebagai Dursasana, juga Donny Alamsyah sebagai Adipati Karna.

Wardrobenya juga mendukung. Meski ada beberapa scene yang menurut saya agak aneh ketika mencoba menampilkan sosok Drupadi dengan tampilan yang lebih ‘kekinian’. Artistiknya dan beberapa simbolisasi yang dibuat cukup menarik dan memanjakan mata. Terutama simbolisasi perang Bharatayudha di adegan-adegan menjelang akhir.

Sekilas, gaya penceritaan film ini jelas sangat mengingatkan saya pada karya Garin Nugroho yang ‘setipe’, yakni Opera Jawa. Entah faktor durasi mempengaruhi atau tidak, tapi menurut saya Operasi Jawa masih lebih unggul. Simbolisasi yang dibuat Garin lebih ‘mengena’ dan lebih artistik saja. Tapi boleh dikata, film Drupadi tetap worth it untuk ditonton dan menjadi bahan pemikiran kembali tentang kedudukan wanita di masyarakat kini.

Produksi : SinemArt Pictures, 2008. Produser Eksekutif : Leo Sutanto, Elly Yanti Noor. Sutradara : Riri Riza. Produser : Mira Lesmana, Dian Sastrowardoyo, Wisnu Darmawan. Skenario : Leila S.Chudori. Pemain : Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Dwi Sasono, Ario Bayu, Adityo Bagus Sentosa dan Adityo Bagus Sembada, Butet Kertaredjasa. Durasi : 45 menit.

Diambil dan ditafsirkan kembali dari kisah klasik Mahabharata

Co Produser   Butet Kartaredjasa. Co Produser : Novi Christina, Mitzy Christina, Cindy Christina. Penata Kamera : Gunnar Nimpuno. Penata Musik : Djaduk Ferianto. Penata Artistik : Ong Hari Wahyu dan Mohammad Marjuki. Penata Tari : Sutopo Tedjobaskoro. Penata Kostum dan Stylist : Chitra Subijakto. Still Photographer : Anton Ismael- Third Eye Photography. Art work : Ario Anindito. Penari : Padepokan seni Bagong Kussudiardja.