Enough Years Wasted

Memasuki bulan Desember 2012 kemarin, semangat untuk bekerja mulai kendur. Atas dasar alasan A, B, C, D, hawa bulan Desember itu adalah hawa-hawanya santai dan bermalas-malasan. Jadilah pertarungan antara membiarkan diri bermalas-malasan dengan tuntutan membereskan beberapa hal yang sebaiknya sudah dibereskan sebelum pergantian tahun. Pertarungan berlangsung seimbang: beberapa hal berhasil dituntaskan, beberapa lagi tersingkirkan sementara oleh rasa malas (seharian hanya makan, nonton drama korea, dan tidur).

Malam pergantian tahun dirayakan dengan makan shabu-shabu homemade bersama keluarga. Berhasil (sok-sok) bikin toast dengan white wine. Sisanya tidur, melanjutkan nonton drama korea, dan santai-santai. Seolah-olah pada dua hari penting itu, waktu diciptakan hanya untuk disia-siakan. Lagi-lagi ada pertarungan: di satu sisi merasa tidak tahu harus merasa apa, di sisi lain ada rasa syukur yang gengsi diutarakan. Sedikit khawatir, kalau tahun yang baru akan sama saja: menjadi tahun yang dilewati begitu saja. Sudah tidak sanggup lagi bikin resolusi, karena masih tetap belum punya mimpi. Membayangkan diri ini membayangkan masa depan saja, rasanya sulit sekali. Masih berpegang teguh pada prinsip ya-sudahlah-ikut-saja.

Image

Namun, hari ini, setelah beberapa momen terjadi, saya mulai berpikir bahwa sepertinya prinsip lihat-saja-nanti sudah harus mulai dikurangi. Mungkin, yang bikin saya merasa kosong dan buntu karena saya tidak lagi merasakan ‘berhasil’, tidak juga merasakan ‘gagal’. Semua terjadi karena ya-sudah-begitu-saja, karena tidak punya patokan keberhasilan ataupun kegagalan terhadap apa yang saya kerjakan. Terlalu banyak rencana yang tidak pernah berhasil diwujudkan, karena sudah keburu gelisah dan ketakutan dalam pikiran. Takut salah, takut gagal, dan takut-takut lainnya. Semua dilewati hanya karena harus dilewati.  Seperti saat ini hidup, hanya karena belum bisa mati. Hasilnya, muncul keinginan kembali untuk berefleksi dan membuat resolusi. Jadilah tulisan ini.

Sebelum mencatat resolusi atau ambisi yang ingin mulai dikejar per 2013, ada inginnya mengeluarkan catatan terlebih dahulu tentang beberapa hal yang terjadi pada 2012. Lagi-lagi, sebagai tahun yang tanpa ekspektasi, memasuki 2012 hanya berarti satu: lulus dari kampus. Awal tahun lalu hanya diisi kombinasi upaya saya menyusun bab I skripsi dengan persiapan Bulan Film Nasional 2012. Angan-angan untuk bisa lulus 3,5 tahun, lalu sisa ½ tahunnya akan dipakai berlibur dan santai-santai, ambyar sudah. Antara ketagihan dan keteteran karena malas menyeimbangkan pengerjaan skripsi dengan kerjaan.

Maret 2012, itu jadi Bulan Film Nasional pertama yang dikerjakan tanpa manajer kami yang dulu. Kembali jadi programmer, kali ini untuk program dokumenter. Mencoba menyajikan film-film dokumenter Indonesia yang menerapkan gaya observasional dan partisipatif. Cukup puas meski setelah dipikir-pikir lagi, masih banyak yang harus dievaluasi. Banyak belajar, entah dari konten yang dikerjakan, maupun dari pelaksanaan kegiatannya. Meski jadi agak kapok memegang dua kerjaan sekaligus.

Setelah Bulan Film Nasional selesai, niat mengerjakan skripsi kembali terdistraksi dengan antusiasme menyambut hampir selesainya restorasi film Lewat Djam Malam karya Usmar Ismail tahun 1950. Sampai awal Juni, sedikit terlibat dalam persiapan pemutaran film tersebut di Jakarta, tetapi cukup menyita banyak waktu dan pikiran. Lagi-lagi banyak belajar dari keterlibatan ini, mulai dari pengalaman bekerja dengan orang-orang berpengalaman, sampai mengantar undangan ke rumah orang-orang sehingga harus mempelajari rute yang efektif dan efisien.

Usai bereuforia atas film Lewat Djam Malam yang sudah direstorasi, pertengahan Juni benar-benar harus mau tidak mau menuntaskan skripsi. Dengan tekad yang sok untuk menyelesaikan skripsi dalam waktu sebulan, ternyata saya malah digampar kenyataan: dosen pembimbing yang marah dan kecewa karena saya ‘menghilang’ dan skripsi belum juga ada peningkatan, sehingga saya mendapat ganjaran tidak bisa lulus tepat waktu. Nangis-nangis di depan (semacam) dosen konseling, di depan teman-teman dan dosen lain, ngablu tiga hari, sampai akhirnya mulai mengerjakan lagi. Menonton teman-teman sidang skripsi sampai satu per satu dari mereka akhirnya sudah bergelar S.I.Kom. Sedangkan saya masih berkutat dengan revisi-revisi, bahkan ketika masa berlaku kartu mahasiswa saya sudah habis.

Entah mukjizat dari mana, ternyata walaupun tidak lulus tepat waktu, tapi saya masih bisa wisuda bareng teman-teman seangkatan. Hanya perlu bayar uang perkuliahan satu semester tambahan. Sidang 22 Oktober 2012, deadline pengumpulan skripsi yang sudah direvisi dan hard cover 5 November 2012, wisuda 24 November 2012. Sesudah itu, kembali bekerja di tempat kerja masing-masing. Sudah, sepertinya itu saja.

Tahun 2012 harus jadi tahun terakhir untuk buang-buang waktu dan tahun 2013 harus jadi tahun ‘pertama’ untuk fokus belajar tentang sinema. Entah bagaimana caranya. Semua harus bisa, kalau memang mau. Kalau kata idola saya, “Stress nggak apa-apa, asal ada hasilnya.” Jadi, atas dasar itu, maka target 2013 saya, antara lain,

1.    Membaca minimal 2 buku tentang sinema

2.    Menulis minimal 2 resensi film

3.    Menonton 1/5 dari total film di hard disk eksternal yang belum ditonton

4.    Membaca buku Komposisi-nya  Gorys Keraf dan diterapkan dalam tulisan yang dibuat :p

5.    Menemukan target dan rencana mau lanjut sekolah atau belajar formal di mana

6.    Mengurangi satu tingkat kemalasan dan kesukaan menunda-nunda pekerjaan, fokus

7.    Lebih rapih dan bersih (baik dalam merawat diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar)

8.    Berusaha keras buat hidup cukup, mengurangi tanggungan babe sama tante-tante, syukur-syukur bisa ngasih mereka macem-macem

9.    Membuat minimal 1 program film

10. Pergi ke satu kota di negara lain dan satu kota lain selain Jakarta, lalu harus bikin tulisan perjalanan

Itu dulu saja, deh. Belum kepikiran lagi. Semoga tidak terlalu ambisius, tetapi juga jangan terlalu tidak berambisi. Semangat! Tahun ini sudah berusia 22 tahun, yang semakin ke depan (katanya) usia akan semakin terasa cepat berganti. Semoga semangatnya nggak cuma pas awal-awal tahun, tapi juga terus-terusan! Selama ini cuma punya target dan membayangkan diri sudah mencapai target, sehingga lupa melakukan yang perlu dilakukan untuk mencapai target secara nyata, atau keburu takut targetnya tidak tercapai.

Tahun ini tahun mengurangi rasa takut, terutama takut salah dan takut gagal. Satu hal yang saya lupa syukuri adalah bagaimana saya bisa berada di mana saya berada sekarang. Apalagi dengan kondisi otak, yang baru ketahuan tidak sesuai ‘standar’, setelah 20 tahun hidup. Jadi, sebelum makin kenapa-kenapa dan untuk mencegah saya semakin ‘lemah’ setelah mengetahui hal tersebut, maka lewat tulisan ini saya bertekad untuk mengurangi menyia-nyiakan apapun dalam hidup saya. Kecuali hidup saya memang ditakdirkan sia-sia, hehe.

 

Jembatan Lima, 6 Januari 2013

Satu respons untuk “Enough Years Wasted

Tinggalkan komentar